Seperti Strawberry

Seorang laki-laki sedang gencar-gencarnya mencari jodoh. Segala upaya dilakukan agar bisa bertemu wanita idamannya. Aktif memberi kode-kode “sedang mencari jodoh” di sosial media, mengupdate status “jomblo itu pilihan”, hingga mengupload kegiatan sehari-harinya “yang luar biasa” mampu membuat wanita single di luar sana senyum-senyum sendiri.

Tidak sedikit wanita yang ingin berkenalan dengan laki-laki ini. Oh salah, barangkali kata “taaruf” lebih tepat untuk laki-laki yang soleh seperti dirinya. Berpuluh-puluh foto para wanita sudah ia lihat. Berlembar-lembar biodata para wanita itu juga sudah ia genggam. Namun tak ada satupun wanita yang sesuai dengan kriterianya. Semua orang yang mengenalnya heran, mengapa ia belum juga menikah. Padahal ia termasuk orang yang mudah bergaul, pintar, dan juga seorang laki-laki yang rajin ibadah. Satu lagi. Wajahnya pun cukup tampan.

Bukan hanya ranah dunia maya, di dunia nyata pun sang lelaki adalah seorang yang aktif berorganisasi, dan mengikuti banyak event juga seminar. Segala aktifitas-aktifitas yang membuatnya berkenalan dan berinteraksi dengan banyak orang pun tak jua membuahkan hasil.

Bukan ia tak suka pada semua wanita itu, melihat kumpulan foto dan juga biodata para wanita tersebut, baginya seperti melihat kumpulan strawberry segar di sebuah supermarket. Tertutup rapih dan semuanya tampak cantik, juga tampak manis. Kalau strawberry bisa ia cicipi dan beli semua, sayangnya mereka tidak. Ia harus memilih yang terbaik dari semua pilihan yang ada. Dan saat itulah berbagai kekhawatiran muncul. Bagaimana kalau ternyata mereka tak semanis yang dilihat, bagaimana kalau mereka tak sebaik seperti apa yang tertera di biodata. Seperti strawberry, meskipun ia tahu berasal dari perkebunan terbaik, belum tentu dalamnya terasa manis, bisa saja asam, kan?

Kriteria yang diinginkan pun tak mampu ia temukan di sana, di antara tumpukan biodata para wanita itu. Dari sekian banyak, Ia tak berani memutuskan siapa yang akan dipilihnya. Karena cara ini gagal. Sang lelaki ini akhirnya menghentikan pencarian jodohnya. Ia pasrah pada sang Maha Pemberi, bahwa jodoh terbaik pasti akan dipertemukan tepat pada waktunya.

Benar saja. Hari demi hari berlalu. Bulan demi bulan, hingga setahun kemudian seorang perempuan berhasil memikat hati laki-laki ini. Tak butuh waktu lama, mereka pun menyebarkan undangan pernikahan. Setiap orang yang diundang merasa penasaran, bagaimana wajah sang mempelai wanita yang beruntung dan berhasil duduk di samping laki-laki istimewa ini?

Hingga saat acara pernikahan tiba. Kedua mempelai menjadi pusat perhatian semua tamu yang hadir. Di depan mereka terpotret laki-laki tampan berjalan menggandeng seorang wanita melewati “red carpet”. Wanita yang berwajah cantik. Tak ada satu pun yang aneh, semua yang datang seperti sudah menduga bahwa lelaki tampan sepertinya pastilah berjodoh dengan perempuan berwajah cantik.

Namun, saat para tamu itu dipersilahkan naik ke pelaminan dan menyalami pengantin, barulah mereka tahu bahwa wanita ini tak mampu berbicara. Ya. Dibalik wajahnya yang cantik, wanita ini adalah seorang tuna rungu. Tak mampu mendengar juga berbicara dengan normal.

Acara semakin ramai. Bukan hanya suara musik, tetapi juga oleh bisik-bisik para tamu yang hadir. Semua membicarakan kedua pengantin yang baru mereka salami. Semua penasaran. Semua ingin tahu bagaimana mereka dipertemukan.


*lanjutin gak yaa…? 😁

3 comments

  1. Lanjutin ka.

    Btw jd inget, di tempatku kerja ada tuh yg belum meniqa, padahal tampang lumayan, mapan juga. Aku awalnya heran knp dia belum meniqa, taunya karena satu: ngeselin wkwkw 😐 hamdallah bulan tahun ini kayaknya baru ganti status 😌

    Like

    • Yah.. Mikir keras deh ini. Mau bikin twist yang bagus.
      *gayamu fis! 😂

      Iya ul.. Kenapa ya di dunia ini banyak cowo cakep yg ngeselin. Udah ngeselin. Ngangenin lagi! Kan repot ya jadi. Wkwk.

      Like

Leave a comment